Jumat, 28 September 2012

DILEMA - sebuah cerita (sangat) pendek antara fiksi dan realita


tahun 2012.
usia kita semakin bertambah.
perjalanan kita semakin singkat.
aku masih di sini, menghitung waktu. menghitung sisa kebersamaan kita tanpa kepastian yang jelas. sering terbersit tanya di benakku, masih pantaskah aku perjuangkan semua ini? masih bolehkan aku terlelap dalam mimpi indah ini? jalan di depan kita tak pernah terang, tak pernah jelas.
aku ingat, suatu waktu di masa lalu entah apa sebabnya tiba-tiba kau berkata, "suatu saat nanti aku akan bersama dia. jika saat itu tiba, aku ingin kita tetap bersama." aku tercekat kala itu, bukannya aku tidak tau kau akan menikah dan memilih dia suatu saat nanti. aku hanya kaget, begitu gamblangnya kau mengatakan semuanya kepadaku di hari itu. 
"maksudmu,menjadi simpananmu?" tanyaku terkejut.
kau mengangguk,tersenyum senang dan bangga. senang dan bangga dengan idemu yang kau pikir cemerlang. tingkahmu saat itu persis seperti seorang anak kecil yang pamer kepada ibunya karena bisa mengancingkan kemeja sendiri. 
hening sempat terbentang di antara kita sampai aku menggelengkan kepala kuat, lalu berkata, "tidak bisa seperti ini,sayang. kau harus memilih. diriku atau dirinya. aku tidak mau menjadi perusak hubungan kalian nantinya,walaupun sebenarnya dia yang akan merebutmu dari sisiku..."
kau menunduk, kecewa membayang di raut wajahmu. "benar-benar tidak bisa?" 
dengan enggan aku kembali menggeleng. setengah dari diriku ingin mengangguk dan berkata bisa. tapi aku tau itu tidak mungkin. itu tidak akan adil bagi kau,aku dan dia. dan mungkin, anak-anak kalian nantinya.
"ah, sudahlah. lupakan saja kalau gitu, toh ini cuma rencanaku. belum tentu aku akan bersama dia." kau berkata lagi,memaksa tersenyum lalu mengacak-acak rambutku. 
aku tau aku tidak akan bisa melupakan hari itu dengan segala pembicaraan yang telah terjadi. sejak hari itu, aku mulai belajar untuk tidak terlalu terlena dalam kebahagiaan semu ini. belajar untuk tidak terlalu bergantung dengan dirimu. belajar untuk menerima kenyataan bahwa kelak kau akan pergi meninggalkanku. belajar untuk mulai bergelut dengan kebimbangan dan sakit.
aku pasti bisa. aku baik-baik saja sebelum bertemu denganmu,dan akan baik-baik saja tanpamu nantinya.
tapi sepertinya aku salah.
sudah dua tahun berselang dari hari itu, dan rencanamu itu masih membayangiku seperti bisul di tubuhku yang tak pernah pecah. alih-alih membaik, bisul itu semakin memburuk dan mulai menggerogotiku.
aku putus asa. nyaris mati tersiksa pikiranku sendiri. tiap tahun berganti,tiap itu pula aku semakin takut.
takut kehilanganmu. takut kita tidak bisa bersama lagi. takut dia akan datang dan merebutmu dari sisiku.
aku masih menghitung sisa waktu kita. tanpa kepastian. tanpa kejelasan darimu. sampai kapan aku harus bertahan dan bersabar? 

Tidak ada komentar: